Baru Bangun dari eksistensi

      Bangun tidur mungkin tepat untuk mendiskripsikan tentang diri ini. Setelah beberapa hari mengalami kegelisahan tentang hidup dan manusia. 
     Semua berawal ketika membaca teks suci, tentang makna menjadi manusia. Aku bingung menerjemahkan hakikat eksistensi dan makna cinta serta makna cita.
     Eksistensi diri terutama bagi manusia, entah itu dihadapan sesama manusia, sesama makluk Tuhan dan kepada Tuhan sendiri. Ternyata semua itu merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Kebutuhan yang haus akan keterpenuhan itu membawa kegilisahan tatkala kebutuhan itu menuntut untuk di penuhi, dan porsinya sejatinya berimbang antar ketiga kebutuhan yang diinggapi manusia.    
     Ketika kegelisahan gara-gara menghinggapi biasanya eksistensi diri dari ketiga aspek diatas menghilang. Munkin sehari di cuekin sama teman atau orang lain, barangkali enggak menemukan suasana indah alam ini, bisa juga kita lalai tidak melakukan ritual ibadah. Semua ini menjadi pemicu kegelisahan dan rasa lapar akan perhatian.
     Mungkin semua itu tidak disadari, mengapa demikian ? mungkin jawaban tepat ialah jawaban atas pertanyaan mengapa kegelisahan itu terjadi ? sederhananya, hal apa yang membuat kita kelisah. Namun terlepas dari semua pertanyaan itu, ada hal yang unik, yaitu ketika seseorang bertemu dengan sesama manusia, baik itu teman atau orang yang tidak dikenal, kegelisahan itu tiba-tiba lenyap. Mungkin juga karena melihat fenomena alam atau saat ritual peribadahan, kemudian kegelisaan itu menemukan jawabannya.
     Perhatian dari someone or something membuat kegelihan itu menemu ukan jawaban. Entah jawaban itu muncul dari percakapan yang jelas atau bahasa dan fenomena yang tersirat.
     Pada intinya semua tak lepas dari manusia sebagai mahluk sosial dan mahluk yang mendiami bumi serta mahluk ciptaan Tuhan. Mereka semua ialah satu kesatuan yang saling mengisi dan harus terpenuhi. Jika saja kita hanya memenuhi satu kebutuhan saja, tentu kegelisahan itu akan terus menghantui dan menercal semakin gelisah serta tak jarang kegelisahan itu menumbuhkan bibit penyakit kepada kita.
     Kita tak tau kapan kebutuhan ini harus terpenuhi, namun memungkin untuk setiap hari harus terpenuhi. Maka dalam agama kita diminta untuk bertadabur, bertetangga maupun melakukan ibdah yang hakikatnya mengingat yang kuasa. Semua itu menurut saya tidak lepas dari kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia, meski kebutuhan itu tidak disadari atau kurang dimengerti.
Tentang Cinta
     Cinta menurut beberpa orang ialah persaan lebih dari persaan suka, baik kepada Sang Pencipta maupun sesama ciptaannya. Namun definisi tersebut membuat pikiran saya ambigu. Bagaimana tidak ?, Bagaimana kalau kita cinta kepada someone dan dia selalu cuekin kita, atau kita mencintai hewan dan hewan itu tak mau didekat kita atau pergi. Hal yang banyak terjadi ialah kecewa atas semua yang terjadi.
    Semua manusia  mengharap timbal balik dalam segala hal. Seberat hibah, apabila yang kita hibahi bukan teman sendiri atau mengharap orang lain, barangkali juga Tuhan yang membalasnya, kita tetap ingin balasan atas apa yang kita hibahkan.
   Bedanya ialah pada itensitas atau kualitas keinginan atau timbal balik kepada kita. Cinta yang mendalam membuat harapan untuk kembali sedikit, namun cinta yang diambang-ambang seakan memaksa bahwa apa yang kita hibahkan segera dibalas.
Tentang cita
    Saya rasa semua orang memiliki harapan dalam hidup dan kehidupannya. Masalah tinggi dan besar harapan itu tergantung siapa yang memaknainya. Menjadi bintang, atau terang seperti matahari, mungkin juga redup sejuk layaknya bulan pada malam hari. Semua punya pilihan masing-masing, dan terkadang pilihan tentang cita ini tak sengaja mengganggu orang disekelilingnya, entah tidak mungkin lah, entah tidak bergunalah entah tidak bermakna cita itu di mata orang lain. Namun sejatinya cita itu semua memiliki makna dalam hidup manusia masing-masing dan masing-masing memiliki makna yang berbeda tentang yang dicitakan.
    Cita erat kaitannya dengan pengalaman orang yang mencitakan. Lingkungan dan apa yang telah dipelajarinya mewarnai dalam membuat harapan tinggi bagi manusia. Salah jika ada someone bercita-cita menjadi manusia biasa dan ambigukah jika manusia memiliki harapan menjadi manusia setengah dewa.
    Hal yang semestinya digaris bawahi ialah tidak menertawakan maupun membuli harapan orang lain. Jika orang itu baik, semestinya mendukung apa yang telah dicitakan dan mengingatkan jika seseorang yang kita sayangi keluar dari jalur relnya.
   

Komentar