Menulis kok belum membaca buku?? Apa jadinya ?


Ini kelemahan saya. Ingin bisa menulis belum, bahkan tidak ada buku yang ku baca hingga katam. Entah kenapa saya kok belum tertarik membaca buku satu dan dikatamkan. Mungkin karena tidak terbiasa membaca buku, sehingga saya bingung untuk membaca buku apa ?

Selama ini hanya sebagian buku yang saya baca. Kalau buku teori yak ku baca hanya teorinya aja atau yang saya anggap penting. Selain buku teori hanya kumpulan esai atau kumpulan opini-opini yang tak jelas maksud dan tujuannya.

Lain hanya novel. Saya sering terjebak oleh nuansa novel ketimbang nilai apa yang tersirat pada novel. Kebanyakan novel membawa kisah cinta, meski tujuan novel tersebut bukan untuk kisah percintaan di dalamnya.

Masih soal membaca. Hal yang sering aku lakuan bukan membaca buku atau meresapi dari novel. Seperti yang saya katakana diatas. Hanya artikel-artikel yang termuat dalam surat kabar dan portal-portal yang tersebar di dunia maya seperti tirto.id, mojok.co, time.com dan masih banyak lagi.

Saking inginnya saya menulis. Saya mencoba memratikkan apa yang ada dalam teori menulis. Baik itu teori yang disbutkan dalam artikel di dunia maya atau seminar-seminar. Namun saying saya belum memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan menulis. Soalnya dalam pelatihan menulis harus menyerahkan tulisan sebagai syarat dan seleksi mengikuti pelatihan menulis. Bukannya saya tidak menyetorkan, barangkali tulisan saya tidak berkualitas atau memang tulisan saya tidak ada arahnya sama sekali dan dianggap saya tidak mampu menulis kalau saya mengikuti pelatihan.

Saya pernah mengikuti perkuliahan umum tentang menulis dari pak naim. Salah satu dosen produktif menulis di IAIN Tulungagung. Dia mengatakan “ menulis itu gampang. Ya tinggal nulis saja. Lama-lama kan jadi biasa dan bisa”. Selama ini saya terjebak disitu.

Hampir setiap hari saya sempatkan menulis. Ketika tulisan saya, jadi kutunjukkan kepada teman-teman, tanggapannya tulisan opo iki ?. namun penulis the power of writing itu menyemangati saya melalui untai katanya dalam seminar dan tulisannya “ biarkan orang lain berkata apa, merekakan juga belum tentu menulis”. Kata ini menurut saya bagai mata pisau yang mermata dua. Pertama sebagai motivasi untuk menulis, dari situ kita tidak akan terpengaruhi niatan menulis dan tetap konsisten dalam menulis. Kedua, dibalik kata itu saya dibuatnya bingung dan bertanya-tanya, bagaimana saya tahu tulisan ini dapat di baca atau tidak, kalau saya tidak meminta untuk dibaca oleh orang lain ?.

Selain dari pak naim melalui seminar dan tulisannya. Saya sempatkan bergaul dengan orang-orang penulis seperti orang-orang dari Peneliti Muda dan Lembaga Pers. Dari mereka saya dapat motivasi dan masukkan, ya sebenarnya hampir sama sih dengan apa yang disampaikan pak naim. “ menulis itu soal mental, bukan seberapa besar apa yang kau tahu dan seberapa banyak yang kamu baca” kata ini sungguh melakat pada angan-angan ku, dan ku mencoba melakukannya. Tapi ujung-ujungnya juga masih ambigu lagi. 

Kata diatas ditujukan kepada orang-orang yang sudah memiliki pengetahuan luas dan mendalami keilmuan. Bukan seorang yang cuma bermodal niat saja. Sebab dari kata itu saya mengintropeksi diri, soal keberanian  saya untuk menulis, saya rasa saya tidak takut untuk menulis. 

Memangsih menulis butuh mental yang kuat. Kita harus berani mengambil resiko untuk dibuli karena tulisan yang kita muat. Juga harus siap dikecam karena tulisannya menyinggung masyarakat yang berbeda pemikirannya dengan penulisnya. Tapi saya siap kok..!!!!

Kadang dalam menulis sulit untuk mecari inspirasi. Saya setu dengan kata cak aqol direktur Institut for Javanese Islam Researc ia mengatakan bahwa inspirasi itu banyak, tinggal ngolah saja. Memang ispirasi itu seambleg gledek tersebar dalam kehidupan, dari suatu kejadia, dari kita membaca opini seseorang, dari kita membaca artikel sampai segala hal yang menyangkut dan bisa dilihat serta dirasakan bisa mejadi inspirasi bagi kita, kita tinggal ngolahnya saja.

Ispirasi tidak akan mati, yang mati itu kita apa selamanya dapat inspirasi atau kita egk peka dengan inpirasi yang ada. Saya juga sempat di bingungkan oleh berbagai macam inspirasi yang tersebar dan dari peristiwa yang telah saya lalui. 

Banyak penulis berpendapat ispirasi itu harus segera ditulis. Saya dulu sempat kemana-mana membawa buku karena mengatisipasi datangnya inspirasi dari aktivitas yang saya lakukan. Dari situ saya harapkan dapat membuahkan tulisan. Namun, hanya sedikit inspirasi yang saya mentaskan menjadi tulisan jadi, selebihnya hanya tulisan yang belum jadi, ada yang masih setengah, ada yang masih satu paragraph ada juga yang sampai beberapa paragraf tapi bingung bagaimana mengakhiri.
Tak bisa dipungkiri bahwa inspirasi datang secara tiba-tiba tanpa adanya isyarat. Mungkin ketika nongkrong atau berkendara di perjalanan tiba-tiba muncul. Biasanya sangat cepat kalau kita tidak memiliki daya ingat tinggi, inspirasi itu mudah pergi dan hilang.

Kalau saya tidak begitu mempermasalahka inspirasi sih. Sebab banyak inspirasi sampai bingung nentuin mana yang didahulukan. Saya sempat kebingungan dalam menulis karena inspirasi itu, bukan tidak ada tapi sangking banyaknya. Saya sempat menulis semua inspirasi itu, dan mencoba ku buat tulisan semua, tapi neko-neko serta terlalu memaksakan sehingga semua tulisan terbelengkarai.

Permasalahan menulis yang banyak dan tidak boleh ditinggalkan ialah membaca. Kata mas anas penulis aktif qureta dan beberapa karyanya terpublis di jawapos menuturkan menulis tanpa membaca buku, ya egk ada isinya. Dia juga menyarankan kalau pengen menulis syaratnya membaca, tanpa membaca tulisan kita akan, kemana. 

Membaca ialah gerbang mendapat pengetahuan. Seperti saya ini yang tidak pernah membaca buku sampai ludes, pada akhirnya tulisan saya kemana-mana istilahnya ora karoan parane. Para penulis profesianal tidak lepas dari membaca, malah biasanya lebih tajir dalam hal membaca, satu dua tiga buku sehari mereka katam. Yo mesti ta tulisane ya api tur penak di waca.

Para profesionalis dalam kepenulisan memang gila dalam membaca, malah adayang hidupnyahanya membaca dan menulis saja. Perlu saya dan yang pengen menulis,agar tulisannya mengarah dan terarah, yang dapat saya simpulkan ialah membaca. Saya sadari dalam membaca buku masih kurang, sehingga tulisan yang saya tulis banyak yang tidak mengarah alias ngalor ora, ngidul ora…….




Komentar