Sejarah Filsafat Yunani Kuno

Kelahiran filsafat barat diawali pada abad ke-6 sebelum masehi yang ditandai oleh runtuhnya mite-mite dan dongeng-dongeng yang selama ini menjadi pembenaran terhadap setiap gejala alam. Cirri yang menonjol dari filsafat yunani kuno di awal kelahirannya ialah ditunjukannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisk sebagai ikhtiar guna menemukan sesuatu asal mula yang merupakan unsur awal terjadinya segala gejala. Thales (640-550 SM) menyimpulkan bahwa air merupakan asal-mula dari segala sesuatu, pernyataan ini didukung kenyataan bahwa air meresapi seluruh benda di jagad raya. Anaximander (611-545 SM) meyakini bahwa asal-mula dari segala sesuatu adalah aperion yaitu sesuatu yang tidak terbatas. Anaximenes (588-524 SM) mengatakan bahwa asal-mula segala sesuatu adalah udara, keyakinan ini didukung kenyataan bahwa udara merupakan unsure vital kehidupan. Pythagoras (580-500 SM) mengatakan bahwa asas segala sesuatu dapat diterapkan atas dasar bilangan-bilangan, ia terkenal dengan dalil segitiga siku-siku yang dikemukakannya dan berlaku sampai saat ini.

Diskusi kefilsafatan pada jaman yunani kuno menjadi semakin marak dengan tampilnya dua filosof yaitu Herakleitos (540-475 SM) dan Parmenides (540-475 SM). Pertanyaan tentang kedua filosof ini tidak lagi mempertanyakan asal-asil realitas, melainkan apakah realitas itu berubah atau tidak. Herakleitos berpendapat realitas itu berubah dan tidak ada segala sesuatu yang tetap. Ungkapannya yang terkenal ialah panta rhei khai uden menei, semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun yang tinggal. Sebaliknya, Parmenides berpendapat bahwa segala sesuatu itu tetap, tidak berubah, arti penting gagasanya ialah ‘ada’.

Pemikiran yunani yang tidak kalah penting dalam ilmu pengetahuan ialah pemikiran Demokritos (260-370 SM) ia berpendapat realitas terdiri dari banyak unsur yang disebutnya dengan atom. Atom itu tidak memiliki kualitas dan jumlahnya tidak terhingga.

Filosof yang ramai dibicarakan sepanjang sejarah filsafat ialah Socrates ( 470-399 SM). Ia tidak memberikan sesuatu yang sistematis, ia langsung menerapkan metode filsafat langsung sehari-hari. Metodenya yang diuraikannya disebut dialektika yang berarti bercakap-cakap. Socrates berpendapat mengenai metodenya itu seni kebidanan, artinya fungsi filosof hanya membidani lahinya pengetahuan. 

Plato ( 428 -348 SM) ialah muris Socrates dan mneruskan tradisi dialog gurunya. Plato dikenal sebagai filosof dualisme, artinya mengakui adanya dua kenyataan yang terpisah dan berdiri sendiri, yaitu dunia ide dan dunia bayangan. Dunia ide ialah dunia yang tetap dan abadi, sedangkan dunia bayangan adalah dunia yang senantiasa berubah-ubah dan mencangkup benda-benda jasmani yang disajikan oleh indra.

Pemikiran Yunani memiliki puncaknya pada murid Plato yang bernama Aristoteles (384 -322 SM). Ia berpendapat bahwa tugas imu pengetahuan ialah mencari penyebab-penyeba objek yang diselidiki. Aristoteles juga berpendapat bahwa tiap-tiap kejadian mempunyai empat sebab yang semuanya harus disebut, bila manusia hendak memahami proses kejadian segala sesuatu.
Keempatnya ialah:
  1. Penyebab material : dari mana benda dibuat
  2. Penyenbab formal : bentuk yang menyusun bahan
  3. Penyebab efisien : sumber kejadian
  4. Penyebab final : tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian
Ajaran metafisika Aristoteles menyelidiki tentang hakikat ada, ia membedakan ada yang premer dan sekunder. Ada yang premer disebutnya “ subtansi” yaitu suatu ada yang berdiri sendiri, tidak memerlukan sesuatu yang lain. Sekunder disebutnya “aksiden-aksiden”, yaitu suatu hal yang tidak berdiri sendiri, tetapi hanya dapat dikenakan kepada sesuatu yang lain ( berdiri sendiri). Aksiden-aksiden tidak dapat lepas dari pada subtansi. Realitas menurut Aristoteles tersusun atas satu subtansi dan beberapa aksidensi. Adapun beberapa aksidensi yang dimaksud ialah, kualitas, kuantitas, relasi, tempat, waktu, aksi dan pasti.

Komentar